Autisme sebagai Suatu Gangguan Perkembangan Pervasif

Apakah autisme itu? Berapa banyak penderitanya?
Kriteria yang paling sering di gunakan adalah yang di definisikan oleh World Health Organization, yang terdapat dalam ICD-10 (International Classification of Disease), edisi ke-10 (WHO, 1987) dan the DSM-IV (Diagnostic Statistical Manual, edisi ke-4, di kembangkan oleh American Psychiatric Associaton) (APA, 1994).
Definisi gangguan autistic dalam DSM-IV sebagai berikut:
a. Terdapat paling sedikit enam pokok dari kelompok 1,2, dan 3 yang meliputi paling sedikit dua pokok dari kelompok 1, paling sedikit satu pokok dari 2 dan paling sedikit dari kelompok 3.
b. Perkembangan abnormal atau terganggu sebelum usia 3 tahun seperti yang di tunjukkan oleh keterlambatan atau fungsi yang abnormal dalam paling sedikit satu dari bidang-bidang berikut ini: (1) interaksi social, bahasa yang di gunakan dalam perkembangan social, (2) bahasa yang di gunakan dalam komunikasi social, atau (3) permainan simbolik atau imajinatif.
c. Sebaiknya tidak di sebut dengan istilah Gangguan Rett, Gangguan Intergratif Kanak-kanak, atau Sindrom Asperger.
Dalam DSM-IV (seperti juga dalam ICD-10) autisme di tempatkan di bawah kategori “gangguan perkembangan pervasive”, antara “retardasi mental” dan “gangguan perkembangan spesifik”. Di bawah kategori ‘retardasi mental’, dapat di katakan bahwa perkembangan menjadi lambat. Seseorang yang mengalami retardasi mental menjalani tahapan perkembangan yang sama seperti anda dan saya, tapi lebih lambat. Usia mentalna selalu lebih rendah dari usia kronologisnya. Di bawah kategori “gangguan perkembangan spesifik” kita di hadapkan pada perkembangan yang lambat atau tidak normal pada suatu bidang kemampuan tertentu. Sebagai contoh, seorang penderita disleksia memiliki satu kesulitan yang luar biasa dalam belajar. Meskipun intelegensinya normal, dia memiliki kesulitan yang tidak biasa dalam belajar membaca. Bila di temukan beberapa bidang “gangguan kualitatif” maka kita merujuk pada “gangguan perkemnbangan pervasive”. Lalu, gangguan perkembangan perfasif, seperti autisme kemudian di golongkan di antara retardasi mental dan gangguan mental. Dalam gangguan perkembangan pervasive dapat terbelakang secara mental pada saat yang sama, tapi ini berarti ada masalh lain yang tidak berhubungan dengan gangguan pervasive. Kata “pervasive” menyatakan bahwa seseorang menderita kerusakan jauh di dalam, meliputi keseluruhan dirinya.Jika autism berada di bawah kategori gangguan perkembangan dan tidak lagi di bawah kategori penyakit mental, maka segera menjadi jelas bahwa ketiadaan motivasi bukanlah salah satu masalah autisme yang mendasar. Dulu ada anggapan bahwa prestasi intelektual yang rendah pada anak-anak penderita autisme, merupakan akibat suatu penolakan secara sadar untuk berinteraksi secara social.
Penyandang autisme memiliki kesulitan”membaca” emosi, niat dan pikiran. Mereka secara luas mengalami “buta pikiran”, buta secara social. Mereka tidak memiliki atau hanya sedikit memiliki “teori pikiran”. Mereka tampaknya tidak memikirkan orang lain, tapi ini bukan merupakan masalah egoism emosional, tapi lebih merupakan masalah kekakuan kognitif. Dalam hal ini mereka berbeda sama sekali dengan pendrita kelainan psikotik tertentu yang melihat pemikran dan niat di balik segala hal (memiliki pikiran yang delusive atau bersifat khayal). Kedengarannya memang berlawanan, interaksi social yang memberikan kebahagiaan dan kesenangan yang paling tinggi bagi bayi-bayi normal justru menjadi gangguan terbesar dan menimbulkan kebutuhan isolasi sebagai suatu bentuk pertahanan diri pada bayi-bayi penyandang autisme.
Dalam penelitian epidemiologis (ilmu tentang wabah) mereka, Lorna Wing dan rekan-rekannyadi Camberwell telah menunjukkan keberadaan sub-sub kelompok social dalam autisme.mereka juga menunjukkan bahwa ciri-ciri social berubah, bahwa anak-anak yang pada awalnya tampak mengasingkan diri dari dunia social dapat “mencair” dan menjadi terbuka. Sebelum kita membahas penelitian ini secara rinci, kita akan mulai dengan sebuah persamaan yang sederhana, yaitu sebuah latihan imajinasi yang membantu kita memahami berbagai tingkatan kesadaran social.
USIA DALAM BULAN INTERAKSI SOSIAL
6 Kurang aktif dan menuntut daripada bayi normal
Sebagian kecil cepat marah
Sedikit sekali kontak mata
Tidak ada respon antisipasi secara sosial
8 Sulit reda ketika marah
Sekitar sepertiga diantaranya sangat menarik diri dan mungkin secara aktif menolak interaksi
Sekitar sepertiga diantaranya menerima perhatian tapi sangat sedikit memulai interaksi
12 Sosiabilitas sering kali menurun ketika anak mulai belajar berjalan, merangkak
24 Biasanya membedakan orang tua dari orang lain, tapi sangat sedikit afeksi yang di ekspresikan
Tidak acuh terhadap orang dewasa kecuali orang tua
36 Tidak bisa menerima anak-anak yang lain
Tidak bisa memahami arti hukuman
Sensitivitas yang berlebihan
48 Tidak dapat memahami aturan dalam permainan dengan teman sebaya
60 Lebih berorientasi kepada orang dewasa daripada teman sebaya
Sering menjadi lebih bisa bergaul, tapi interaksi tetap aneh dan satu sisi

Penelitian Wing juga menggambarkan anak-anak tanpa autisme dan memiliki interaksi social yang pantas,”dapat bergaul” paling tidak dengan perbandingan dalam tingkat perkembangan yang tepat bagi usia mereka. Mereka menyukai kontak social, baik dengan anak-anak maupun orang dewasa. Sebagian kecil anak-anak dengan pola perilaku inimemiliki usia mental di bawah usia 12 bulan. Mereka menggunakan kontak mata, ekspresi wajah dan gesture untuk menunjukkan minat mereka. Mereka sangat berbeda dengan kelompok yang menarik diri, karena mereka member perhatian saat seseorang masuk ke dalam ruangan dan mengantisipasi kontak social sebelum kontak sebenarnya terjadi.

Sumber : Theo Peeters

About kurniawan008

saya ganteng... sepikk*
This entry was posted in Uncategorized. Bookmark the permalink.

Leave a comment